Monday, March 24, 2025

Mengapa Kita Terlalu Sibuk Mencari Jalan Keluar?

Orang terlalu sibuk mencari jalan keluar, harusnya kita lebih mencari jalan kedalam untuk mengetahui siapa diri kita, dan mau kemana

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, banyak orang sibuk mencari "jalan keluar" dari berbagai masalah—pekerjaan yang tak memuaskan, hubungan yang terasa hampa, atau kebingungan akan masa depan. Namun, sering kali kita lupa bahwa sebelum mencari solusi di luar, kita perlu memahami siapa diri kita sebenarnya dan ke mana kita ingin melangkah.

Kita hidup dalam dunia yang penuh distraksi. Setiap hari, kita dibanjiri informasi dan tuntutan yang membuat kita merasa harus terus bergerak. Tekanan sosial mengarahkan kita untuk mencari pencapaian eksternal—gaji tinggi, pengakuan dari orang lain, atau kehidupan yang "sempurna" di mata dunia. 

Akibatnya, kita sering merasa tersesat, bahkan ketika sudah menemukan apa yang kita kira sebagai solusi.

Alih-alih terburu-buru mencari jalan keluar, kita perlu meluangkan waktu untuk melihat ke dalam diri. Siapa kita sebenarnya? Apa yang benar-benar membuat kita bahagia? Ke mana kita ingin melangkah?

Luangkan waktu untuk bertanya pada diri sendiri. Apakah keputusan yang diambil selama ini benar-benar berasal dari hati, atau hanya mengikuti arus? Meditasi, menulis jurnal, atau sekadar merenung bisa membantu kita lebih mengenal diri sendiri.

Kita sering terjebak dalam standar dan harapan yang ditetapkan oleh orang lain. Mencari jalan ke dalam berarti menemukan kebebasan untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai dan tujuan pribadi.

Tidak semua hal dalam hidup harus diselesaikan dengan "jalan keluar" yang instan. Terkadang, menerima dan memahami keadaan diri adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih bermakna.

Jalan keluar sering kali hanya solusi sementara. Tapi jalan ke dalam—memahami nilai, tujuan, dan makna hidup—akan memberikan arah jangka panjang yang lebih kuat dan stabil.

Hidup bukan tentang terus-menerus mencari jalan keluar dari setiap tantangan. 

Kadang, yang kita butuhkan bukan solusi instan, melainkan pemahaman mendalam tentang diri sendiri. Dengan mengenali siapa kita dan ke mana kita ingin melangkah, kita tidak hanya menemukan jalan keluar, tetapi juga menemukan kehidupan yang lebih bermakna. 

Blogger Tricks

Friday, March 21, 2025

Detoks Digital

Brain rot

Istilah "Brain Rot" semakin sering terdengar, terutama di kalangan pengguna internet yang merasa otaknya "membusuk" akibat terlalu banyak mengonsumsi konten ringan, repetitif, dan kurang bermanfaat. Brain Rot bukan istilah medis, tetapi lebih kepada fenomena psikologis dan sosial yang menggambarkan penurunan kualitas berpikir akibat kebiasaan mengonsumsi informasi dangkal secara berlebihan.

Brain Rot secara harfiah berarti “pembusukan otak,” tetapi dalam konteks digital, istilah ini merujuk pada kebiasaan berlebihan dalam mengonsumsi konten tanpa berpikir kritis. Salah satunya karena terlalu banyak scrolling di media sosial tanpa tujuan yang jelas.


Endless scroll

Di era digital saat ini, kita semakin akrab dengan fitur endless scroll, atau gulir tanpa batas, yang diterapkan oleh berbagai platform media sosial dan situs berita. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk terus menggulir halaman tanpa perlu berpindah ke halaman berikutnya, sehingga memberikan pengalaman yang mulus dan tanpa hambatan. Namun, di balik kemudahannya, endless scroll juga membawa dampak psikologis yang perlu diwaspadai.

Endless scroll adalah teknik desain antarmuka yang memanfaatkan pemuatan dinamis (infinite loading). Setiap kali pengguna menggulir ke bawah, konten baru otomatis dimuat, menciptakan ilusi bahwa tidak ada batasan informasi. Teknik ini pertama kali dipopulerkan oleh media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok, serta situs berita yang mengandalkan engagement tinggi.

Terlalu banyak paparan informasi dangkal dan hiburan tanpa nilai bisa mengikis daya kritis dan kreativitas seseorang. Mungkin yang kita butuhkan bukan sekadar 'detoks digital', tapi juga kebiasaan untuk lebih selektif dalam mengonsumsi informasi.

Detoks digital

Notifikasi yang terus berbunyi, media sosial yang selalu aktif, serta kemudahan mengakses berita dan hiburan membuat kita sulit untuk melepaskan diri dari layar gadget. 

Sayangnya, keterikatan ini dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan mental dan produktivitas. Oleh karena itu, detoks digital menjadi solusi penting untuk menjaga keseimbangan hidup di tengah gempuran teknologi.

Detoks digital adalah upaya untuk mengurangi atau bahkan berhenti sementara dari penggunaan perangkat digital, seperti ponsel, komputer, dan media sosial. Tujuannya adalah untuk memberikan ruang bagi diri sendiri agar bisa lebih fokus pada kehidupan nyata, mengurangi stres, serta meningkatkan kualitas tidur dan hubungan sosial.

Detoks digital bukan berarti meninggalkan teknologi sepenuhnya, melainkan menggunakannya dengan lebih bijak dan seimbang. Dengan mengatur penggunaan perangkat digital, kita dapat meningkatkan kesehatan mental, produktivitas, dan hubungan sosial. Saatnya kita mengambil kendali atas teknologi, bukan sebaliknya. Mulailah detoks digital dan rasakan manfaat positifnya bagi kehidupan sehari-hari!

Tuesday, March 18, 2025

Trading Halt

Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham atau Trading Halt jelang penutupan perdagangan sesi pertama, Selasa (18/3). Hal itu lantaran Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah anjlok lebih dari 5%. BEI membekukan sementara perdagangan alias trading halt sistem perdagangan pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).

IHSG ambrol 395,87 poin atau 6,12% ke level 6.076,08. Di level itu, IHSG sudah anjlok lebih dari 14,18% dari level penutupan pada akhir 2024 di posisi 7.079,9. 

Trading halt adalah penghentian sementara perdagangan suatu saham atau seluruh pasar saham untuk mencegah volatilitas berlebihan atau memberikan waktu bagi investor untuk merespons informasi penting. Trading halt biasanya diberlakukan oleh bursa efek atau otoritas keuangan sebagai langkah perlindungan terhadap ketidakstabilan pasar.

Bursa efek memiliki mekanisme penghentian otomatis jika indeks pasar turun tajam dalam waktu singkat, yang dikenal sebagai circuit breaker. Misalnya, jika indeks pasar turun lebih dari batas tertentu dalam satu sesi perdagangan, maka perdagangan dapat dihentikan sementara untuk menenangkan pasar.

Menurut Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Nomor S-274/PM.21/2020 tanggal 10 Maret 2020, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengambil langkah-langkah berikut jika IHSG mengalami koreksi tajam dalam satu hari:

  • Jika IHSG turun lebih dari 5%, perdagangan akan dihentikan selama 30 menit.
  • Jika penurunan berlanjut lebih dari 10%, perdagangan kembali dihentikan selama 30 menit.
  • Jika IHSG turun lebih dari 15%, bursa akan memberlakukan trading suspend, yang dapat berlangsung hingga akhir sesi perdagangan atau lebih lama dengan persetujuan OJK.

Trading halt dapat memberikan waktu bagi investor untuk menilai situasi dan menghindari keputusan yang emosional. Namun, bisa juga menimbulkan ketidakpastian jika tidak segera ada kejelasan mengenai penyebab penghentian perdagangan.

Trading halt juga dapat membantu menjaga stabilitas pasar dengan mencegah kepanikan atau manipulasi harga saham yang berlebihan.

Perusahaan yang mengalami trading halt sering kali mendapatkan sorotan dari investor dan regulator. Hal ini bisa berdampak positif jika berita yang diumumkan membawa sentimen baik, atau sebaliknya jika berita tersebut negatif.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai terdapat sejumlah sentimen yang menyertai jebloknya IHSG. Salah satu pendorong jebloknya IHSG adalah isu mundurnya menteri di Kabinet Merah Putih.

Analis menilai isu mundurnya Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menjadi salah satu penyebab.

Sebelumnya, tersiar kabar bahwa Menteri Keuangan RI Sri Mulyani akan mundur dari jabatannya. Namun, Istana Kepresidenan menepis kabar pengunduran diri Sri Mulyani dari jajaran kabinet dan menyebut informasi yang beredar di media sosial tersebut merupakan hoaks.


Sumber :

https://investasi.kontan.co.id/news/bursa-kena-trading-halt-akankah-pasar-saham-lebih-buruk-dibanding-saat-covid-19

https://www.cnbcindonesia.com/research/20250318145140-128-619644/ihsg-anjlok-kena-trading-halt-sebenarnya-apa-itu

https://market.bisnis.com/read/20250318/7/1862439/analis-isu-sri-mulyani-mundur-jadi-penyebab-ihsg-jeblok-hingga-trading-halt

https://market.bisnis.com/read/20250318/7/1862536/pemerintah-bakal-review-regulasi-trading-halt-usai-ihsg-anjlok-hari-ini

Tuesday, March 11, 2025

Saat Amarah Bertemu dengan Literasi Rendah

Bahasa adalah alat utama manusia untuk mengekspresikan diri. Melalui kata-kata, kita bisa mengungkapkan perasaan, menjelaskan pikiran, dan berkomunikasi dengan orang lain. Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam menggunakan bahasa. Orang dengan tingkat IQ rendah dan literasi yang terbatas sering kali kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan. Akibatnya, ketika emosi memuncak, yang keluar hanyalah umpatan kasar—bukan karena mereka sengaja ingin bersikap kasar, tetapi karena mereka tidak memiliki alternatif lain untuk mengekspresikan diri.

Saat seseorang mengalami frustrasi, marah, atau stres, mereka membutuhkan cara untuk menyalurkan emosi tersebut. Orang dengan pemahaman bahasa yang lebih luas mungkin bisa mengungkapkan kekecewaan dengan cara yang lebih konstruktif, seperti berdiskusi, menulis, atau bahkan sekadar mengungkapkan isi hati mereka dalam bentuk yang lebih runtut.

Sebaliknya, orang dengan literasi yang rendah sering kali tidak memiliki cukup kosakata untuk mengurai perasaan mereka dengan baik. Otak mereka mencari kata-kata untuk mengekspresikan kemarahan, tetapi karena keterbatasan bahasa, yang muncul hanyalah kata-kata kasar dan umpatan. Ini bukan hanya sekadar kebiasaan buruk, tetapi juga refleksi dari ketidakmampuan mereka dalam menyusun gagasan secara lebih terstruktur.

Ketika seseorang tidak bisa mengungkapkan emosinya dengan kata-kata yang tepat, sering kali amarah berubah menjadi tindakan impulsif. Hal ini bisa terlihat dalam kehidupan sehari-hari—di jalanan, di lingkungan sosial, bahkan di media sosial. Orang-orang yang tidak mampu menyusun argumen dengan baik sering kali lebih mudah terjebak dalam perdebatan yang berujung pada pertengkaran fisik atau saling menghina secara verbal.

Ini juga menjelaskan mengapa umpatan dan kata-kata kasar lebih sering muncul di lingkungan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Bukan berarti semua orang dengan pendidikan rendah selalu kasar, tetapi mereka yang tidak terbiasa dengan komunikasi yang baik akan lebih sulit menyalurkan emosinya dengan cara yang lebih tenang dan rasional.

Ketidakmampuan mengelola emosi melalui bahasa juga bisa berdampak buruk pada hubungan sosial seseorang. Orang yang sering menggunakan kata-kata kasar cenderung dijauhi atau dianggap sebagai individu yang sulit diajak bicara. Dalam lingkungan kerja, keluarga, atau pertemanan, komunikasi yang buruk bisa menyebabkan kesalahpahaman yang tidak perlu, memperburuk konflik, dan bahkan merusak hubungan jangka panjang.

Lebih jauh lagi, hal ini bisa menciptakan lingkungan yang penuh dengan agresi verbal. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang terbiasa menggunakan umpatan sebagai cara utama dalam berkomunikasi, maka pola ini akan terus berulang dan diwariskan ke generasi berikutnya.

Namun, ini bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. Dengan meningkatkan kemampuan berbahasa dan memahami emosi dengan lebih baik, seseorang bisa belajar untuk mengungkapkan kemarahan atau kekecewaan dengan cara yang lebih sehat. Karena pada akhirnya, komunikasi yang baik bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang bagaimana kita memahami diri sendiri dan orang lain dengan lebih baik.

Saturday, March 8, 2025

Terima dan Perbaiki

Terima dan Perbaiki Kesalahan: Kunci Pertumbuhan Diri

Kesalahan adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan. Tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, baik kecil maupun besar. Namun, yang membedakan seseorang yang berkembang dari yang stagnan adalah bagaimana ia menyikapi kesalahan tersebut.

Langkah pertama untuk memperbaiki kesalahan adalah menerimanya. Ini bukan berarti kita pasrah atau menyerah, tetapi mengakui bahwa kita telah membuat kesalahan dan itu adalah bagian dari proses belajar. Sering kali, ego membuat kita sulit untuk menerima kesalahan, tetapi dengan keberanian untuk mengakuinya, kita justru menunjukkan kedewasaan dan integritas.

Kesalahan bisa menjadi guru terbaik jika kita mau belajar darinya. Tanyakan pada diri sendiri:

  • Apa yang menyebabkan kesalahan ini?
  • Bagaimana dampaknya terhadap diri sendiri dan orang lain?
  • Apa yang bisa saya lakukan agar hal ini tidak terulang lagi?
  • Dengan merenungkan hal-hal tersebut, kita dapat mengambil pelajaran berharga dan menghindari kesalahan serupa di masa depan.

Setelah menyadari dan belajar dari kesalahan, langkah berikutnya adalah memperbaikinya. Jika kesalahan kita merugikan orang lain, mintalah maaf dengan tulus dan lakukan sesuatu untuk menebusnya. Jika kesalahan itu lebih kepada diri sendiri, buatlah langkah perbaikan agar tidak mengulanginya lagi.

Merasa bersalah setelah melakukan kesalahan adalah hal yang wajar, tetapi jangan biarkan perasaan itu membelenggu dan menghambat langkah kita ke depan. Yang terpenting adalah bagaimana kita bangkit dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Alih-alih melihat kesalahan sebagai kegagalan, anggaplah itu sebagai kesempatan untuk bertumbuh. Banyak tokoh sukses dunia yang pernah melakukan kesalahan besar sebelum akhirnya mencapai keberhasilan. Kuncinya adalah tidak berhenti mencoba dan terus belajar dari setiap pengalaman.

Kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. Dengan menerimanya, belajar darinya, dan memperbaikinya, kita tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik tetapi juga membangun mentalitas yang lebih kuat. Karena sejatinya, kehidupan adalah perjalanan panjang yang penuh dengan pembelajaran. 

Monday, March 3, 2025

Work From Anywhere

Setelah konsep 4 hari kerja dalam 1 minggu demi tercapainya keseimbangan hidup, saat ini digaungkan kembali dengan istilah WFA atau FWA.

Sejak Pandemi COVID-19 mengguncang konsep tersebut dengan mengganggu cara kita bekerja dan apa yang kita anggap sebagai tempat yang tepat. 

Pandemi telah menantang dan mengubah hubungan pegawai atau karyawan dengan pekerjaan. Kegiatan yang seharusnya dilakukan di luar rumah, terpaksa dilakukan dari dalam rumah, penerapan work from home (WFH) mulai diberlakukan.

Kemudian pandemi berangsur mereda, peristilahan WFH semakin berkembang dan memunculkan peristilahan baru, yaitu WFA atau work from anywhere. 

Konsep Work From Anywhere (WFA) semakin populer di Indonesia, terutama sejak pandemi. Banyak yang mengaitkannya dengan kebijakan Flexible Work Arrangement (FWA) dari Pemerintah.

Dengan kebijakan Flexible Work Arrangement (FWA) memungkinkan pegawai bekerja dari mana pun, termasuk rumah dan coworking space.

WFA memberikan fleksibilitas bagi karyawan, meningkatkan keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, serta memungkinkan rekrutmen tim yang beragam. Namun, sebelum menerapkan WFA, kamu harus memastikan efisiensi dan data perusahaan tetap terjamin keamanannya.

Program prioritas pembangunan secara nasional tidak terlepas dari target dunia internsional yaitu Sustainable Development Goals 2030 dalam dokumen FGD’s. Karenanya UN atau PBB dapat dijadikan referensi pilihan terhadap pengembangan konsep WFA di Indonesia. Flexible Working Arrangement didefenisikan oleh PBB / UN  dalam Flexible Working Arrangements (ST/SGB/2019/3) dalam tatanan “Organizational Resilience Management System (ORMS)” sebagai penyesuaian terhadap ketentuan waktu dan tempat kerja yang normal dimana ketentuan jam kerja normal dimungkinkan bervariasi antar setiap unit kerja dengan tujuan memungkinkan para pengelola / pejabat mengimplemtasikan “work life-balance” secara optimal sembari memastikan tercapainya sasaran kerja organisasi secara efektif dan efisien. 


Sumber :

https://surabaya.go.id/id/berita/23465/asn-bisa-bekerja-di-mana-saja-pengamat-wali-kota-eri-cahyadi-terapkan-model-kerja-fleksibel-berbasis-teknologi

https://www.tempo.co/ekonomi/benarkah-sri-mulyani-pelopor-kebijakan-work-from-anywhere--1201369

https://www.recruitfirst.co.id/id/blog/work-from-anywhere-adalah/

https://www.bkn.go.id/sistem-work-from-anywhere-wfa-bagi-asn-sebagai-sistem-kerja-yang-humanis-dan-dinamis-menjawab-tantangan-era-vuca-yang-ditruptif-bkn-work-from-anywhere/


Monday, February 24, 2025

Kemarau 13 Tahun Dihapus oleh Hujan 13 Hari

Retaknya Keharmonisan Keluarga dalam Sekejap

Selama 13 tahun, keluarga itu hidup dalam keharmonisan. Keluarga yang biasanya menjalani hari-hari penuh kehangatan, saling mendukung dalam suka dan duka. Tak ada konflik besar, hanya riak-riak kecil yang biasa terjadi dalam rumah tangga. 

Semua berjalan seperti biasa, hingga suatu hari, sebuah kesalahan kecil menjadi pemicu retaknya hubungan yang telah dibangun selama lebih dari satu dekade.

Hanya dalam waktu 13 hari, suasana rumah yang dulu hangat berubah menjadi dingin dan penuh ketegangan. Semua berawal dari sebuah kesalahpahaman. Kata-kata yang terucap tanpa pikir panjang menjadi bara yang menyulut api pertengkaran. 

Ego mulai menguasai masing-masing, membuat komunikasi semakin sulit. Bukannya mencari solusi, mereka justru terjebak dalam rasa sakit hati dan saling menyalahkan.

Seperti peribahasa "Kemarau setahun dihapus oleh hujan sehari," kepercayaan dan kasih sayang yang telah dibangun selama bertahun-tahun perlahan terkikis oleh kejadian yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin. 

Namun, emosi yang tak terkendali membuat luka semakin dalam.

Ketika kesadaran mulai datang, mereka bertanya-tanya, apakah keharmonisan bisa dikembalikan? 

Apakah 13 tahun kebersamaan harus berakhir hanya karena 13 hari pertengkaran? 

Mungkin, jawaban itu ada pada keikhlasan untuk saling memaafkan dan belajar dari kesalahan. Karena sejatinya, keluarga bukanlah tentang siapa yang benar atau salah, tetapi tentang bagaimana mempertahankan kebersamaan meski badai menerpa.

Related Posts