Menurut Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, rasio jalan di Jakarta baru 7,31% dibanding luas wilayahnya. Karena itu butuh pembangunan jalan baru. Sementara target pada tahun 2030 adalah 10%, sehingga masih dibutuhkan penambahan ruas jalan baru.
Pembangunan 2 ruas jalan layang non tol selebar 17,5 meter sepanjang 8,5 km di Jakarta, hanya berkontribusi menambah rasio jalan 0,2%. Untuk itu selain pembangunan jalan Pemprov DKI Jakarta juga terus mengupayakan pembangunan transportasi mass rapid transit (MRT) dan monorel, serta pengembangan bus TransJakarta dan peremajaan angkutan umum.
Rasio jalan di Jakarta masih rendah dibandingkan kota-kota besar di dunia. Dimana di kota-kota besar itu mungkin ada yang 20%, 10%.
---------------------
Lalu bagaimana cara menghitung ratio jalan tersebut. Sehingga ditemukan data Jakarta hanya 7.31%? Berikut penjelasannya.
----------------------
Indikator kinerja yang dimaksud di sini adalah perbandingan volume per kapasitas (v/c ratio), kecepatan, dan kepadatan lalu lintas. Tiga karakteristik ini kemudian dipakai untuk mencari tingkat pelayanan (level of service).
V/c itu volume lalu lintas per kapasitas jalannya.
Kapasitas adalah kemampuan maksimal ruas jalan untuk dilewati lalu lintas, misal ruas jalan dengan lebar 6 meter kira-kira dapat dilalui oleh maksimal 3000 smp/jam.
Smp= satuan mobil penumpang, mungkin yg lewat bukan hanya mobil penumpang tapi semua dikonversikan ke mobil penumpang, misal faktor smp sepeda motor = 0,25 mobil pnp, jika ada 100 motor yg lewat maka dianggap sama dengan 25 mobil penumpang.
v/c = 1000/3000 = 0 33.
Jika kepadatan itu adalah jumlah kendaraan pada panjang jalan tertentu, misal pada 1 km jalan ada 100 kendaraan, maka kepadatannya adalah 100 kendaraan/km.
Sumber :
http://kardady.wordpress.com
http://finance.detik.com
No comments:
Post a Comment