Pagi pukul 05.30 kita bertiga dari group Sidoarjo sudah bersiap berangkat ke titik kumpul tempat wisata Budha Tidur Trowulan Mojokerto. Nanti akan bergabung pula dari group Surabaya 2 orang, dan dari group Gresik sebanyak 6 orang.
Total 11 orang ini akan gowes menuju ke arah pegunungan yaitu puncak Bukit Watu Jengger yang terletak di Desa Nawangan kec. Jatirejo, Kab. Mojokerto dengan ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut.
Dari Budha Tidur hingga ke puncak Bukit Watu Jengger berjarak 20 km.
Perjalanan yang ditempuh dari Budha Tidur - Candi Tikus - Jatirejo – Wonosalam - persimpangan ke desa Lebak ikuti jalan sampai menuju arah ke ujung desa Nawangan. Sampai di pertigaan tersebut merupakan tepat separuh perjalanan, kita gunakan untuk beristirahat sambil berkoordinasi kembali karena perjalanan selanjutnya akan semakin menanjak.
Namun akhirnya rasa pegal dan capek terbayar, kita dapat mengibarkan bendera merah putih. Meskipun tujuan utama kita untuk sampai di puncak belum tercapai. Kita putuskan dengan melihat kondisi fisik diri dan rekan-rekan, kita putuskan untuk mencukupkan diri 2 km dari puncak.
Kemudian kita turun. Sebelum pulang untuk melanjutkan perjalanan pulang, kita sempatkan untuk berhenti sejenak di Cagar Budaya Candi Gapura Bajang Ratu. Gapura Bajang Ratu atau Candi Bajang Ratu adalah candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia.
Candi ini dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit, yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M).
Bajang Ratu dalam bahasa Jawa berarti raja yang kecil , hal ini dikaitkan saat Raja Jayanegara dinobatkan menjadi raja, usia Jayanegara masih sangat muda yang disebut dengan bujang atau bajang.
Lanjut dari sana kita belok kiri menuju Pendopo Agung.
Di Pendopo Agung Trowulan ini kita bisa melihat saksi bisu sosok pemimpin Patih Gajahmada dan Raja Brawijaya. Ketika Patih Gajahmada diangkat sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah Mada mengucapkan “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.”
Sumpah diatas tertera di kitab Pararaton yang kita kenal sebagai Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia tidak akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila seluruh kerajaan yang namanya disebut dalam sumpahnya telah dipersatukan dalam Nusantara.
Saat beranjak dari Pendopo Agung menuju titik kumpul awal, kita sempatkan dulu berkuliner ria, menyantap sarapan yang kesiangan, di Sambel Wader & Botok yang beralamat di Jalan Pendopo Agung, RT 01 RW 02, dusun Ngelinguk, desa Trowulan, kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur 61362.
Lokasinya berada di tepi Jalan Pendopo Agung sebagai akses utama menuju Museum Trowulan dan situs-situs candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Posisi warung makan ini tepat berada di sisi barat dari Situs Kolam Segaran.
Menu warung ini adalah sambel Ikan Wader, Lele, Mujaer, Bawal, Gurami, Ayam, Bebek. dan Botok dengan beberapa pilihan yaitu Botok Tahu, Tempe, Ikan Kothok, Lele, Patin, dan Wader. Bikin air liur menetes saat melihat penyajian sambel wader diatas cobek tanah liat yang berisi sambal tomat, wader goreng, daun kemangi, dan potongan mentimun.
Dan terakhir sebelum pulang kita sempatkan mampir ke Siti Inggil, yaitu petilasan Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jawawardhana atau Brawijaya I yang menjadi tonggak awal lahirnya Majapahit di tahun 1293 , yang terletak di dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Petilsan Raden Wijaya ini dipercaya sebagai tempat pertama kali Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit, di sini juga diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Selain makam Raden Wijaya, juga terdapat 2 makam lainnya yaitu Sapu Jagad dan Sapu Angin, yaitu gelar dari Kerajaan Majapahit kepada ajudan Raden Wijaya atas ilmu yang dimilikinya.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Gapura_Bajang_Ratu
http://www.timurjawa.com/2018/11/24/mengenal-petilasan-siti-inggil-raden-wijaya/
https://teamtouring.net/cak-mat-sambel-wader-botok-mojokerto.html
https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-2854623/bertemu-raja-brawijaya-patih-gajahmada-di-pendopo-agung-trowulan-mojokerto
Lokasinya berada di tepi Jalan Pendopo Agung sebagai akses utama menuju Museum Trowulan dan situs-situs candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Posisi warung makan ini tepat berada di sisi barat dari Situs Kolam Segaran.
Menu warung ini adalah sambel Ikan Wader, Lele, Mujaer, Bawal, Gurami, Ayam, Bebek. dan Botok dengan beberapa pilihan yaitu Botok Tahu, Tempe, Ikan Kothok, Lele, Patin, dan Wader. Bikin air liur menetes saat melihat penyajian sambel wader diatas cobek tanah liat yang berisi sambal tomat, wader goreng, daun kemangi, dan potongan mentimun.
Dan terakhir sebelum pulang kita sempatkan mampir ke Siti Inggil, yaitu petilasan Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jawawardhana atau Brawijaya I yang menjadi tonggak awal lahirnya Majapahit di tahun 1293 , yang terletak di dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Petilsan Raden Wijaya ini dipercaya sebagai tempat pertama kali Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit, di sini juga diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Selain makam Raden Wijaya, juga terdapat 2 makam lainnya yaitu Sapu Jagad dan Sapu Angin, yaitu gelar dari Kerajaan Majapahit kepada ajudan Raden Wijaya atas ilmu yang dimilikinya.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Gapura_Bajang_Ratu
http://www.timurjawa.com/2018/11/24/mengenal-petilasan-siti-inggil-raden-wijaya/
https://teamtouring.net/cak-mat-sambel-wader-botok-mojokerto.html
https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-2854623/bertemu-raja-brawijaya-patih-gajahmada-di-pendopo-agung-trowulan-mojokerto
No comments:
Post a Comment