Di tahun 1980-an, saat kita akan beranjak ke tempat tidur salah satu peralatan tidur yang kita cari selain bantal dan guling adalah selimut. Selimut tersebut kita pergunakan untuk melindungi tubuh kita dari kedinginan.
Kemudian 20 tahun berselang, yaitu sekitar tahun 2000-an, jika listrik mati pada malam hari kita tidak bisa tidur karena kita tidak bisa menyalakan kipas angin sehingga membuat malam itu cukup gerah. Kipas angin hampir kita nyalakan setiap saat untuk menemani kita beraktivitas.
Lalu di tahun 2020-an ini, sebagian dari kita saat malam hari wajib menyalakan AC (Air Conditioner) karena meski malam hari suhu cukup panas sehingga membuat tidur kita tidak nyaman dan nyenyak.
Jika kita perhatikan sejak tahun 1980 hingga tahun 2020, tercatat bumi telah mengalami kenaikan suhu hampir sekitar 1 derajat Celcius, atau lebih tepatnya berdasarkan data observasi BMKG tren variasi kenaikan suhu sekitar 0,03 derajat Celcius.
Sejak Revolusi Industri pada tahun 1880, suhu Bumi memang telah mengalami peningkatan suhu yang signifikan. Yaitu semulai dalam kurun waktu 1880 hingga tahun 1980 suhu Bumi rata-rata naik sebesar 0,07 derajat Celcius setiap 10 tahun.
Lalu seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sejak tahun 1980 kenaikan suhu Bumi telah meningkat dua kali lipat. Semua ini dikarenakan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang disebabkan dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil.
Kebanyakan dari kita menyepelekan arti dari kenaikan 1 atau 2 derajat Celcius. Karena kita terbiasa dengan angka 0 derajat Celcius pada air yang membeku menjadi es, dan angka 100 derajat Celcius yang membuat air mendidih dan menguap.
Kita terbiasa dengan gap 0 sampai 100 tersebut, dan menganggap selisih 2 derajat bukan masalah besar, 0 atau 2 derajat Celcius tetaplah dingin, 98 atau pun 100 derajat Celcius tetaplah sangat panas.
Mari kita terjemahkan apa efek kenaikan 2 derajat Celcius dan seterusnya untuk lebih memahami apa efek dari climate change (perubahan iklim) sebagai akibat dari global warming (pemanasan global).
Dalam buku “The Uninhabitable Earth” yang ditulis oleh David Wallace-Wells, jika Bumi mengalami kenaikan 2 derajat Celcius, maka lapisan es akan hancur yang mengakibatkan 400 juta orang akan kesulitan air, kota-kota besar yang berada di garis khatulistiwa menjadi tidak kayak huni, dan gelombang panas akan dapat menewaskan ribuan orang.
Peningkatan suhu Bumi sebesar 3 derajat Celcius, menyebabkan Eropa selatan akan mengalami kekeringan permanen, dan kebakaran hutan akan semakin meluas dan merajalela.
Bagaimana jika suhu Bumi naik sebesar 4 derajat Celcius? Jika naik sebesar itu maka akan terjadi tambahan 8 juta kasus demam berdarah, krisis pangan global, kematian terkait panas akan naik sebesar 9 persen dan kerusakan akibat banjir akan semakin pesat.
Lalu bagaimana jika terjadi kenaikan suhu Bumi sebesar 5 derajat Celcius? Semoga saja hal ini tidak akan terjadi, karena hal ini akan mengulangi kejadian di Bumi pada 250 juta tahun yang lalu, yaitu dimana Bumi saat itu mengalami kenaikan suhu Bumi yang cukup besar sehingga mengakibatkan 96% spesies punah.
Ya benar, bahwa hampir semua kepunahan massal di Bumi terjadi akibat pemanasan global yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Tercatat setidaknya di Bumi terjadi 5 kepunahan massal, yaitu:
- 450 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan 86% spesies punah
- 70 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah
- 100 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 96% spesies punah
- 50 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 80% spesies punah
- 150 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah
Oleh karenanya, kita yang hidup di masa kini tidak boleh egois dan harus memikirkan Bumi di masa depan demi anak cucu kita. Ingat bahwa Bumi ini bukanlah warisan nenek moyang, namun Bumi ini adalah titipan anak cucu kita.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mengerem laju kenaikan suhu Bumi tersebut?
Mulai gerakan menanam pohon, segara cari lahan kosong lalu tanam dengan tumbuhan, karena tanaman yang kita tanam tersebut dapat berperan untuk menetralisir CO2 sekaligus menyegarkan dan menyehatkan kita.
Mencari alternatif alat transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Misalnya jika menempuh jarak dekat kita bisa berjalan kaki atau menggunakan sepeda kayuh. Dan jika pergi jarak jauh kita bisa menggunakan angkutan umum massal, seperti bus dan kereta api.
Membeli barang terutama peralatan elektronik yang hemat energi, dan jangan lupa segera matikan semua peralatan elektronik jika tidak digunakan.
Gunakan air dengan bijak, misalnya jangan biarkan air mengalir dari kran di bak mandi hingga banjir, dan jangan biarkan air mengalir percuma saat kita gosok gigi atau cuci piring.
Terapkan pola hidup dengan prinsip 3R, yaitu Reduce-Reuse-Recycle.
Aksi tersebut dapat kita lakukan dalam skala kecil, misalnya di rumah. Namun tidak boleh hanya berhenti disana. Dalam mengatasi perubahan iklim ini, semua harus bekerja sama, harus saling membantu. Membantu pihak lain juga merupakan demi kepentingan kita sendiri, karena suhu tidak akan berhenti naik di Asia jika di emisi tidak berhenti naik di Afrika misalnya. Semua saling terkait.
Ini juga selaras dengan apa yang dilakukan oleh G20, yaitu forum antar negara yang bekerja untuk mengatasi masalah utama yang terkait dengan ekonomi global, seperti stabilitas keuangan internasional, mitigasi perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.
Kebetulan Presidensi G20 di tahun 2022 ini diadakan di Indonesia dengan mengangkat tema "Recover Together, Recover Stronger", dimana dengan tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
No comments:
Post a Comment