Pagi ini sebelum memulai aktivitas aku melihat utas dari akun twitter @vicarioreinaldo yang cukup menarik untuk disimak. Beliau memulai thread dengan sebuah pernyataan bahwa "Kita mengira dengan flexing mobil bagus, barang mahal, rumah gede maka orang akan kagum".
Namun tidak seperti itu.
Hal ini sesuai dengan "Man in the Car Paradox" oleh Morgan Housel dalam bukunya The Psychology of Money. Man in the Car Paradox adalah fenomena dimana orang lain sebenarnya tidak kagum pada harta yang kita miliki.
Sehingga orang yang melakukan flexing akan mengira dengan flexing maka orang lain akan kagum sama kita, padahal tidak, karena orang hanya kagum dengan barang yang dimiliki saja. Sehingga tujuan atau motif orang melakukan flexing yaitu ingin dihormati oleh orang lain tidak akan tercapai.
Flexing ini merupakan gejala social media yang tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di hampir semua negara-negara yang telah mencapai kemakmuran luar biasa. Namun bagi orang yang tinggal di negara yang telah menuju tingkat tertentu mereka sudah tidak melakukan pamer lagi.
Bahkan flexing dapat membuat orang lain menjadi Insecure.
Insecure adalah perasaan tidak aman atau cemas yang biasanya muncul karena dipicu ketika kita merasa berada pada posisi tidak aman atau inferior tertentu. Perasaan tidak aman bisa terus menghantui kita meski tanpa pemicu. Hal seperti itu tentu saja bisa mengganggu dan membuat kita tidak nyaman.
Banyak orang menjadikan kekayaan dan barang mahal sebagai tolok ukur untuk merasa dikagumi dan dihormati orang lain. Padahal sikap rendah hati, empati dan kebaikan yang justru akan membawa rasa hormat dan kagum yang lebih besar.
Jadi kurangi gengsi dan rasa FOMO (fear of missing out) dengan mengeluarkan uang untuk hal yang kurang penting.
Matthew Kent menyebutkan dalam artikel pada blog-nya dengan judul Remember the “Man in the Car Paradox” When You’re About to Make an Expensive Mistake. No one is as impressed with your stuff as you are.
Iya benar, kesalahan mahal dan tidak ada yang terkesan dengan barang-barang Anda seperti Anda. Paradoks ini diamini juga oleh mantan petugas valet yang menghabiskan banyak waktu untuk mengagumi mobil cantik, namun hampir tidak pernah mengagumi pengemudi mobilnya.
Bukan berarti kita tidak boleh membeli mobil atau barang bagus, namun jangan pernah memiliki pikiran dan ide membeli barang tersebut untuk mengesankan orang lain. Hanya sekedar status. Alih-alih menggunakan uang untuk membeli status, namun lebih baik pergunakan uang untuk hal lain yang lebih baik dan lebih bermanfaat.
Janganlah berlebihan dalam membagikan atau menunjukkan sesuatu kepada orang lain. Karena hal tersebut berarti kita telah melakukan aksi pamer dan akan mengarah pada sombong, padahal apa yang kita punya saat ini bukan hasil dari keringat jerih payah kita sendiri.
Pamer kekuasaan dan kekayaan apalagi yang dipajang di media sosial hal ini adalah merupakan hal yang sangat-sangat tidak pantas.
Sumber :
https://twitter.com/vicarioreinaldo/status/1653002032637419523?t=Dn1sHxnfgFAySwvsNrSOHQ&s=08
https://linimassa.id/fenomena-man-in-the-car-paradox-dalam-buku-psychology-of-money/
https://thematthewkent.medium.com/remember-the-man-in-the-car-paradox-when-youre-about-to-make-an-expensive-mistake-d3b99104f0b4#:~:text=The%20paradox%20of%20the%20man,the%20man%20in%20the%20car
https://youtu.be/3FCV-NE20j4
https://blog.bibit.id/blog-1/2022/12/19/ini-dia-mindset-investor-untuk-hadapi-2023-lewat-buku-psychology-of-money
No comments:
Post a Comment