Pelecehan di lingkungan sekolah telah lama menjadi masalah yang meresahkan, meninggalkan luka emosional dan psikologis yang mendalam pada korban. Sebagai respons, pendidik dan pembuat kebijakan telah menerapkan berbagai program anti-pelecehan yang bertujuan untuk mengurangi perilaku ini. Namun, pendekatan baru mulai muncul—yang menekankan bukan hanya ketiadaan pelecehan tapi juga keberadaan hubungan positif dan komunitas yang mendukung. Pendekatan ini dikenal dengan "No Bully but Buddy."
"Asah, Asih, Asuh" adalah konsep dalam pendidikan karakter yang berasal dari Indonesia. Konsep ini menekankan pentingnya tiga dimensi pembentukan karakter yang utuh: asah (pembentukan intelektual), asih (pengembangan empati dan rasa kasih sayang), dan asuh (pemenuhan kebutuhan fisik, mental, emosional, dan spiritual).
"No Bully but Buddy" mewakili perubahan paradigma dalam cara sekolah menangani pelecehan. Alih-alih hanya fokus pada tindakan hukuman untuk mencegah pelaku pelecehan, pendekatan ini menekankan pembentukan budaya empati, kebaikan, dan inklusi. Istilah "buddy" melambangkan gagasan teman sebaya saling mendukung, menjaga satu sama lain, dan membangun hubungan yang berarti.
Saling asah mengacu pada saling memperbaiki kemampuan dan potensi diri. Saling asih merujuk pada empati dan kepedulian sosial. Sedangkan saling asuh menggambarkan sikap untuk saling membantu dan mendukung perkembangan sesama pegawai.
Asah:
Merujuk pada pembentukan intelektual. Ini melibatkan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan akademis. Aspek ini termasuk pendidikan formal di sekolah, pelatihan, pembelajaran mandiri, dan pengembangan keterampilan.
Konsep dasar silih asah adalah saling mencerdaskan, saling menambah ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman lahir batin. Capaian akhirnya adalah peningkatan kualitas kemanusiaan dalam segala aspeknya, baik pada tataran kognisi, afeksi, spiritual maupun psikomotorik.
Tradisi silih asah menjadi penghubung antara ilmu pengetahuan dengan dimensi etis sehingga ilmu pengetahuan bukan alat penindasan yang angkuh tetapi ilmu pengetahuan akan menjelma menjadi anggun yang akan membebaskan dan mengangkat derajat masyarakat dari keterbelakangan.
Asih:
Berkaitan dengan pengembangan empati, rasa kasih sayang, dan kepedulian terhadap orang lain. Ini mencakup kepedulian terhadap sesama, empati, kesadaran sosial, dan kemampuan untuk memberikan dukungan emosional kepada orang lain.
Silih asih dimaknai sebagai saling mengasihi dengan segenap kebeningan hati ,saling mengasihi dengan memberikan kasih sayang yang tulus. Kata asih berarti cinta, mengandung makna nilai ontologis bahwa keberadaan ‘asih’ berasal dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga nilai asih menjadi landasan kehidupan dalam membangun keharmonisan hidup manusia.
Secara singkat silih asih berarti saling menyayangi. Silih asih berarti saling menebar cinta kasih atau rasa saling menyayangi. Silih asih merupakan wujud komunikasi dan interaksi antara manusia dengan Tuhan yang menekankan pada cinta kasih Tuhan terhadap sesama manusia. Semangat silih asih merupakan semangat yang tertancap kuat prinsip keTuhanan dan kemanusiaan.
Asuh:
Merupakan pemenuhan kebutuhan fisik, mental, emosional, dan spiritual anak-anak atau individu yang membutuhkan. Ini termasuk perawatan fisik seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan, serta dukungan untuk perkembangan emosional, psikologis, dan spiritual.
Silih asuh memiliki arti saling membimbing, mengayomi, membina, menjaga, mengarahkan dengan seksama agar selamat lahir dan batin. Secara singkatnya, silih asuh dimaknai kehidupan yang penuh harmoni dan cinta kasih.
Silih asuh dapat disimpulkan sebagai salah satu bentuk pola kehidupan yang berorientasi pada kultur saling menjaga dan memelihara sehingga tumbuh kesadaran untuk saling bersilaturahmi dan menjaga hak dan kewajiban antar sesama.
Konsep ini menekankan bahwa pendidikan karakter tidak hanya tentang pengembangan intelektual, tetapi juga tentang membentuk individu yang berempati, peduli terhadap lingkungan sekitarnya, dan mampu merawat diri sendiri serta orang lain. Dengan demikian, pendidikan yang holistik harus memperhatikan ketiga dimensi ini secara seimbang.
"No Bully but Buddy" mewakili pendekatan holistik dalam mengatasi pelecehan di sekolah—yang memprioritaskan empati, dukungan sebaya, dan hubungan positif. Dengan membangun budaya kebaikan dan inklusi, sekolah tidak hanya mengurangi kasus pelecehan tetapi juga menciptakan lingkungan di mana setiap siswa merasa aman, didukung, dan dihargai. Saat pendidik terus memeluk pendekatan ini, mereka memainkan peran penting dalam membentuk generasi individu yang empatik dan berbelas kasihan yang mendukung satu sama lain dan menciptakan perubahan positif dalam komunitas mereka.
Kalau boleh dikata sebenarnya bahkan dengan tiga dasar perilaku saling asah, saling asih dan saling asuh yang nampak sederhana ini saja, jika benar-benar bisa kita terapkan dan wujudkan menjadi sebuah budaya yang hidup dengan kuat di dalam masyarakat kita dapat menyaksikan sebuah tatanan masyarakat yang gilang gemilang. Karenanya sudah semestinya lah kita benar-benar kembali kepada akar dan kearifan bangsa kita yang luhur ini.
Sumber :
https://cabdindikwil1.com/blog/sinegritas-terbangun-karena-rasa-saling-asah-asih-dan-asuh/
https://sendangasri.id/index.php/artikel/2022/3/28/makna-dari-silih-asah-silih-asih-silih-asuh
No comments:
Post a Comment