Thursday, December 19, 2024

Pasar Buku Bekas Alun-Alun Lor Surakarta

Pagi itu, stasiun Gubeng Surabaya dipenuhi dengan hiruk-pikuk khasnya. Berdiri di peron, menunggu kereta api Sancaka yang akan membawa penumpang ke Solo. Ada sesuatu yang menenangkan tentang perjalanan kereta—ritme roda yang bergesekan dengan rel, panorama yang berubah-ubah, dan waktu yang terasa melambat.

Kereta Sancaka tiba tepat waktu, dan saya segera menemukan tempat duduk di dekat jendela. Begitu kereta mulai bergerak, Surabaya yang sibuk perlahan-lahan menghilang dari pandangan, digantikan oleh hamparan sawah hijau dan rumah-rumah kecil di pinggiran.

Sepanjang perjalanan, saya menikmati suguhan pemandangan: petani yang bekerja di sawah, anak-anak yang melambai dari pinggir rel, dan langit biru yang cerah. Suara roda kereta seolah menjadi latar belakang yang menenangkan, sempurna untuk melamun sambil membaca buku favorit.

Siang hari tiba di Stasiun Balapan Solo, ada kehangatan di udara kota ini yang sulit dijelaskan. Solo selalu terasa seperti rumah kedua, dengan budayanya yang kental dan warganya yang ramah.

Setelah meletakkan tas di Sans Hotel City Inn Solo, langsung aku jalan menuju Pasar Buku Bekas Alun-Alun Lor Surakarta. Pasar ini adalah surga bagi pecinta buku.

Pasar ini adalah labirin kecil yang dipenuhi dengan buku-buku bekas yang berjajar rapi di meja, rak kayu, bahkan di tikar-tikar di lantai dengan aroma khas buku tua menyeruak. Ada buku-buku lawas berbahasa Indonesia, novel klasik, hingga ensiklopedia tua. Beberapa buku bahkan masih memiliki tanda tangan pemilik sebelumnya, menambah nilai historisnya.

Karena sudah sore dan suasana gelap karena mendung serta akan turun hujan, maka aku sudahi acara cari buku di sana. Ada kepuasan luar biasa mendapatkan beberapa buku, suasana Solo yang penuh kehangatan membuat saya merasa telah membawa pulang lebih dari sekadar buku.

No comments:

Post a Comment

Related Posts