Malam itu, pukul 19.30, udara dingin tidak mampu mengusir rasa cemas yang tiba-tiba menyergap. Diawali dari keluhan sakit di area dada dan perut, gejala yang dikira adalah asam lambung. Berhubung sudah 2 minggu dan tidak membaik, akhirnya kita menuju ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.
Setibanya di IGD, suasana sudah cukup ramai. Pasien-pasien lain dengan berbagai keluhan tampak menunggu giliran untuk diperiksa. Kami pun ikut mendaftar dan menunggu di ruang tunggu yang dipenuhi oleh rasa harap dan gelisah dari para pengantar.
Pukul 21.30 kemudian dipanggil oleh dokter untuk berbaring dalam rangka pemeriksaan awal. Petugas medis dengan sigap mengecek tekanan darah, kadar oksigen, dan melakukan wawancara singkat tentang gejala yang dirasakan.
Pemeriksaan demi pemeriksaan dilakukan, mulai dari tes darah hingga EKG atau ECG (elektrokardiogram) yaitu tes medis untuk mengukur aktivitas listrik jantung untuk memantau kondisi jantung.
Meskipun dugaan awal asam lambung cukup masuk akal, dokter tidak ingin mengambil risiko, mengingat gejala nyeri dada sering kali bisa menutupi masalah yang lebih serius.
Menjelang tengah malam, sekitar pukul 22.45, hasil tes mulai mengerucutkan kemungkinan. Dokter menyarankan untuk opname atau rawat inap. Pukul 22.57 jarum infus pun telah terpasang.
Akhirnya, pukul 01.44 kita menuju kamar di lantai 6 nomor 12A. Pukul 02.30 dini hari, meski lelah namun tidak bisa tidur.
Penyebab utama gejala masih mengarah pada kombinasi antara gangguan asam lambung dan stres yang memicu ketegangan otot dada atau nyeri pada ulu hati.
Cukup pentingnya waspada terhadap gejala kesehatan, bersabar dalam menghadapi situasi darurat, dan menghargai kerja keras petugas medis yang berjibaku sepanjang malam. Pada akhirnya, kesehatan adalah harta yang tak ternilai, dan perhatian dini terhadap tubuh kita adalah langkah bijak yang harus selalu diutamakan.
No comments:
Post a Comment